Selasa, 29 Mei 2018

Sastra Anak Usia Dini


a. Puisi Lagu Dolanan
            Mungkin beberapa di antara kita sudah ada yang pernah mendengar tentang ‘dolanan’ ini. Puisi lagu dolanan merupakan salah satu hal penting dalam penanaman sastra anak.Dolanan berasal dari bahasa Jawa yang artinya mainan. Dalam kata lain, mainan disini bisa berupa alat (boneka, mobil, pistol dan lain-lain) atau juga sejenis game, misalnya tebak-tebakan. Adapun puisi lagu adalah puisi dan lagu. Jadi, Puisi lagu dolanan adalah nyanyian atau tembang yang sering dinyanyikan kepada anak-anak ataupun dinyanyikan oleh anak-anak itu sendiri.
            Puisi lagu dolanan ini penting karena di dalamnya mengandung sastra anak yang tinggi. Nyanyian-nyanyian yang kata-katanya indah, enak didengar akan berpengaruh baik bagi anak. Sang anak akan merasa senang, kesedihan dan kecemasan yang dia alami jadi hilang, bahkan mungkin tumbuh semangat untuk belajar. Apalagi jika nyanyian-nyanyian itu disertai dengan gerakan, kita tak hanya membuatnya senang, tapi kita juga akan melatih dia untuk aktif berekspresi.
            Usia anak bukan halangan untuk belajar. Mungkin terlalu dini jika kita ajarkan sastra anak secara teori, namun kita bisa mengajarinya dengan sudut pandang, cara, dan kegiatan yang lebih sederhana dan memang itu ‘anak-anak banget’. Yaitu dengan memperkenalkannya dengan puisi lagu dolanan.
b. Cerita Lisan (Folklore)
            Selanjutnya adalah folklore atau cerita lisan. Folklore terdiri dari kata Folk dan Lore yang berasal dari bahasa Inggris dan masing-masing memiliki arti yang berbeda-beda. Folk artinya sekelompok orang yang memiliki ciri khas tertentu seperti fisik dan kebudayaan yang membedakannya dengan kelompok lain. Adapun lore artinya kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun baik dari lisan maupun isyarat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), folklore artinya adat istiadat tradisional atau cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun tapi tidak dibukukan.
            Jadi, dapat disimpulkan bahwa folklore itu adalah cerita atau adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun dalam satu kelompok tertentu. Dan sepertinya, di Indonesia ini, tiap wilayah memiliki folklore-nya masing-masing.
            Kemudian, apa saja ciri-ciri folklore?
            Penyebaran folklore umumnya melalui lisan, yang berarti folklore suatu daerah bukanlah milik individu, melainkan milik bersama. Tidak ada yang tahu siapa pencipta sebuah folklore, oleh karenanya, folklore yang beredar di masyarakat mudah sekali berkembang.
            Folklore atau cerita rakyat ini juga penting, karena biasanya, dalam sebuah folklore ada makna-makna dan pesan tersirat di dalamnya. Pesan-pesan tersebut baik bagi anak, apalagi jika folklore itu berasal dari suatu tempat yang indah dan mengagumkan, pasti si anak akan selalu ingat dengan folklore tersebut.
c. Bacaan awal untuk anak (Buku alphabet, buku berhitung, buku konsep, buku gambar tanpa kata, buku bergambar)
            Anak-anak adalah makhluk yang otaknya seperti spons, dia menyerap apapun yang ia lihat, dengar, dan rasakan di sekitarnya. Selain cerita-cerita menarik, anak juga perlu asupan edukasi tentang benda, lingkungan, dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kita bisa menggunakan buku sebagai alat bantu.
1.      Buku Alphabet
Buku ini cocok bagi anak yang belum mengenal huruf, biasanya diisi dengan alphabet besar-besar, dan warna-warni. Kadang dengan contoh dari benda yang ada di sekitar

2.      Buku berhitung
Sudah jelas, bahwa ini adalah buku-buku tentang mengenal angka.

3.      Buku konsep
Buku konsep adalah buku yang mengenalkan anak pada sesuatu, misalnya buah, alat-alat di sekolah, atau binatang.

4.      Buku gambar tanpa kata
Buku gambar tanpa kata adalah buku bergambar mengenai suatu cerita tanpa ada kata-kata penjelasan di dalamnya. Buku ini biasanya diperuntukkan bagi anak-anak sebelum mengenal tulisan. Anak akan dilatih imajinasinya dan kemampuan berbahasanya, anak akan dilatih membuat ceritanya sendiri. Buku seperti ini belum banyak produksinya di Indonesia

5.      Buku bergambar
Berbeda dengan buku gambar tanpa kata, buku bergambar justru disertai tulisan yang menjelaskan isi cerita di dalamnya. Buku bergambar ini banyak macam dan serinya, ada yang menceritakan tentang kehidupan di kerajaan, cerita sehari-hari, fabel, dan masih banyak lagi.


Selasa, 22 Mei 2018

RESENSI BUKU 'ANAK RANTAU' KARYA AHMAD FUADI


Judul Buku                  : Anak Rantau
Nama Penulis              : Ahmad Fuadi
Nama Penerbit             : PT Falcon Publishing
Tahun Terbit                : Juli 2017
Jumlah Halaman          : 382 halaman
Ukuran Buku              : 14 x 20,5 cm
Harga                          : Rp. 89.000








Anak Rantau bercerita tentang Hepi, seorang anak tukang cetak di Jakarta yang terpaksa harus melanjutkan hidupnya di kampung halamannya, Minang. Karena keterpaksaan itulah, ia jadi menyimpan dendam pada ayahnya. Ia bertekad, bagaimanapun caranya ia harus kembali ke Jakarta. Hepi bekerja mulai dari mencuci piring hingga mengirim barang kepada preman. Meski dilarang kakeknya, Hepi tetap  bersikeras. Bersama dua sahabat karibnya, Attar dan Zen, Hepi semakin menjadi-jadi. Ketiganya menjadi detektif cilik, menangkap maling kampung, diam-diam memasuki rumah Pandeka Luko yang terkenal ahli tenung hingga menangkap pelaku sindikat narkoba di Tanjung Durian. Segalanya berlangsung cepat hingga akhirnya tabungan Hepi cukup untuk membeli tiket pesawat dan membalaskan dendamnya pada ayah. Namun sebait puisi karangan Pandeka Luko membuatnya berpikir bahwa tak seharusnya dendam itu dipendam.
            Anak Rantau adalah novel bergenre fiksi yang kekianian. Jika melihat keadaan zaman sekarang, mungkin novel ini adalah salah satu yang pas untuk dikaitkan dengan zaman. Seorang anak Jakarta yang enggan hidup di kampung karena egonya. Namun justru Hepi, si anak Jakarta ini mendapatkan pelajaran yang amat berharga di kampung. Adapun Ahmad Fuadi tadinya ingin menulis novel yang menceritakan suasana rantau dan kampung halaman, namun setelah dikembangkan, novel ini justru menjadi cerita tentang obat-mengobati, luka-memaafkan, juga dendam-cinta-benci. Novel ini Ahmad Fuadi persembahkan bagi seluruh masyarakat Indonesia secara umum.
            Berbicara mengenai tampilan buku Anak Rantau ini, jujur saya tertarik dengan cover-nya yang dominan berwarna abu abu dan senja, gambar anak laki-laki menggendong ransel merah dan menyeret koper, serta asap sebuah truk. Bagi saya, cover buku ini Anak Rantau banget. Membuka bukunya, ternyata anatomi buku ini juga bagus. Tidak ada prolog tertentu, tapi bab-nya mencapai 29 bab. Ada lagi yang menarik dari novel ini, yaitu adanya glosarium atau daftar kata-kata yang terdapat dalam sebuah buku. Kemudian, di halaman selanjutnya ada ucapan terima kasih dan profil penulis. Secara keseluruhan, semuanya terkait dan enak dibaca.
            Setiap karya tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan novel Anak Rantau ini. Kelebihan novel ini adalah ‘rasa’ Minang dalam novel ini kental. Secara tidak langsung Ahmad Fuadi menceritakan kepada kita bagaimana suasana kampung Minang nun jauh disana, baik budayanya, orang-orangnya, bahasanya, bahkan makanannya. Selain itu, di halaman belakang buku juga terdapat keterangan dari kata-kata berbahasa Minang yang dipakai di buku ini. Alur cerita juga berjalan baik dan mudah dipahami pembaca. Adapun kekurangannya antara lain, ada beberapa kata-kata berbahasa Minang yang tidak ada artinya sehingga akan membingungkan pembaca.
            Dengan begini dapat disimpulkan bahwa data yang didapat dari novel ini tidak lain dari ranah Minang dan pengalaman Ahmad Fuadi sendiri sebagai anak rantau (kisahnya ada di novel trilogi Negeri 5 Menara-Ranah 3 Warna-Rantau 1 Muara). Novel ini juga ditulis dengan bahasa yang efektif. Kepiawaiannya sebagai penulis tidak dapat diragukan lagi, banyak karyanya yang berhasil tembus best seller. Terbukti juga dalam buku Anak Rantau ini dengan ulasan-ulasan dari penulis ternama yang mengakui ‘hebatnya’ buku ini. Misalnya kata Tere Liye, “Novel ini paket lengkap spesial. Ada cerita tentang keluarga yang mengharukan, persahabatan, lingkungan hidup, bahkan juga tentang penjelasan pemberontakan besar di masa lalu lewat sudut pandang yang berbeda. Bacalah. Kalian akan merasakan petualangan seru.”. Begitu juga kata Dee Lestari, “Anak Rantau mengajak kita menjenguk ulang makna keluarga, persahabatan, serta akar budaya. Bak hidangan minang yang gurih dan bikin menagih, karya A. Fuadi ini elok dibaca dan renyah dinikmati.”
            Dan setelah membaca Anak Rantau ini, tentu membuka pikiran saya tentang banyak hal. Salah satunya tentang dendam dan cinta yang sangat erat digambarkan dalam novel ini. Saya pribadi sebagai remaja yang kuliah di Jakarta mengambil banyak pelajaran dari novel ini. Novel ini mengajarkan kita untuk selalu ‘pulang’, pulang pada hati yang memaafkan, pulang pada pemahaman yang baik, serta tidak lupa pada kampung halaman.
            Tentang penulis sendiri, Ahmad Fuadi, lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir danau Maninjau, tidak jauh dari kampung ulama sastrawan, Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa, mengikuti perintah Ibunya untuk bersekolah agama, di Pondok Pesantren  Modern Gontor. Hidup selama empat tahun di Gontor, memiliki teman dari Sabang saampai Merauke membuatnya memiliki banyak inspirasi. Utamanya untuk menulis buku mega best seller “Negeri 5 Menara”. Ahmad Fuadi di kini sibuk menulis, menjadi public speaker, serta mengasuh yayasan sosial untuk membantu pendidikan anak usia dini yang kurang mampu—Komunitas Menara.

Sastra Anak Usia Dini

a. Puisi Lagu Dolanan             Mungkin beberapa di antara kita sudah ada yang pernah mendengar tentang ‘dolanan’ ini. Puisi lagu dola...