Kamis, 28 Desember 2017

Miskin Bukan Halangan

Siapa yang tak kenal Dahlan Iskan? Salah satu putra terbaik yang dimiliki Indonesia.
            Ya, Dahlan Iskan, lelaki yang tidak pernah ingat kapan tanggal lahirnya ini dahulu adalah orang yang sangat miskin. Bisa dibayangkan, dahuli beliau hanya mempunyai satu buah sarung, serta satu stel baju yang berupa kaos dan celana. Keduanya ia pakai bergantian.
            Dahulu, anak ketiga dari empat bersaudara ini tidak punya sepatu, begitu juga dengan saudara-saudaranya yang lain. Padahal jarak yang ditempuh Dahlan untuk mencapai sekolah berkilo-kilometer jauhnya. Namun, Dahlan dan saudara-saudaranya tetap berjalan sekolah tanpa alas kaki, hingga acap kali mereka merasakan lecet di telapak kaki.
            Dahlan kecil dan saudara-saudaranya sering kali menahan lapar, dan cara Dahlan menyiasati laparnya tersebut adalah dengan mengikatkan sarung ke perutnya. Namun, Dahlan kecil tetaplah seorang pribadi yang tangguh. Ia mengerti bahwa kemiskinan bukan berarti harus meminta-minta dan dikasihani, karena keluarga Dahlan berprinsip: kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa.
            Hingga pada suatu hari, ibu Dahlan mengidap suatu penyakit yang membuat perutnya membesar. Dahlan kecil dan keluarganya yang miskin tak mengetahui apa penyakit tersebut, hingga akhirnya ibu Dahlan meninggal. Ketika Dahlan dewasa, Dahlan tahu bahwa itu adalah penyakit kista yang bisa disembuhkan hanya dengan operasi sederhana. Dahlan menyesal dan amat kecewa. Akhirnya ia bertekad untuk menjadi orang pandai, kaya, dan sukses, agar tak ada lagi kejadian seperti itu.
            Pada saat kuliah, Dahlan sangat suka menulis hingga akhirnya ia meninggalkan kuliahnya di Fakultas Hukum IAIN Sunan Ampel dan Universitas 17 Agustus demi hobi yang sangat ia cintai. Hingga akhirnya, Dahlan hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur. Disinilah kesuksesan Dahlan bermula.
            Di Samarinda, Dahlan menjadi reporter sebuah surat kabar lokal, dan banyak yang menyukai gaya tulisannya. Tahun 1976, Dahlan kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai wartawan majalah Tempo, kebetulan saat itu ada peristiwa tenggelamnya Kapal Tampomas dan Dahlan menulis peristiwa itu lalu meletakkannya di headline news Tempo. Tak disangka, hasilnya sangat luar biasa, banyak orang menyukai gaya menulis Dahlan. Inilah yang menjadikan Dahlan diangkat menjadi kepala biro Tempo Jawa Timur.
            Kegiatan tulis menulis Dahlan berlanjut hingga tahun 1982. Ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos, karena melihat prestasinya yang lumayan dan keinginannya berbuat lebih.
            Tahun 1983, Dahlan mengundurkan diri dari kepemimpinannya di Jawa Pos, dan berniat untuk memfokuskan diri kepada perkembangan Jawa Pos. Sampai akhirnya, Jawa Pos yang tadinya hanya berupa koran lokal, berkembang menjadi majalah dan surat kabar di daerah lain. Selain itu, Dahlan juga melirik media elektronik dengan mendirikan stasiun TV lokal Surabaya, yaitu JTV dan SBO, di Batam bernama Batam TV, di Makassar bernama FMTV, Palembang bernama PTV, Parahyangan TV di Bandung, dan 34 stasiun lokal di kota-kota lainnya.
            Dahlan juga membangun gedung pencakar langit yang terkenal di Surabaya bernama Graha Pena, dan membangunnya pula di Jakarta. Tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk menjadi menteri BUMN yang saat itu dirinya sedang menjabat sebagai Direktur Utama PLN.
            Nah, itulah kisah singkat mengenai Pak Dahlan Iskan. Kisah beliau menunjukkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, dan tentunya keadaan yang miskin bukan penghalang untuk menjadi apa yang kita inginkan. Yang pasti, asalkan ada niat dan kemauan untuk memulai, ya. Setuju?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sastra Anak Usia Dini

a. Puisi Lagu Dolanan             Mungkin beberapa di antara kita sudah ada yang pernah mendengar tentang ‘dolanan’ ini. Puisi lagu dola...