Siapa yang tak
kenal Dahlan Iskan? Salah satu putra terbaik yang dimiliki Indonesia.
Ya, Dahlan Iskan,
lelaki yang tidak pernah ingat kapan tanggal lahirnya ini dahulu adalah orang
yang sangat miskin. Bisa dibayangkan, dahuli beliau hanya mempunyai satu buah
sarung, serta satu stel baju yang berupa kaos dan celana. Keduanya ia pakai
bergantian.
Dahulu, anak
ketiga dari empat bersaudara ini tidak punya sepatu, begitu juga dengan
saudara-saudaranya yang lain. Padahal jarak yang ditempuh Dahlan untuk mencapai
sekolah berkilo-kilometer jauhnya. Namun, Dahlan dan saudara-saudaranya tetap
berjalan sekolah tanpa alas kaki, hingga acap kali mereka merasakan lecet di
telapak kaki.
Dahlan kecil dan
saudara-saudaranya sering kali menahan lapar, dan cara Dahlan menyiasati
laparnya tersebut adalah dengan mengikatkan sarung ke perutnya. Namun, Dahlan
kecil tetaplah seorang pribadi yang tangguh. Ia mengerti bahwa kemiskinan bukan
berarti harus meminta-minta dan dikasihani, karena keluarga Dahlan berprinsip:
kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa.
Hingga pada suatu
hari, ibu Dahlan mengidap suatu penyakit yang membuat perutnya membesar. Dahlan
kecil dan keluarganya yang miskin tak mengetahui apa penyakit tersebut, hingga
akhirnya ibu Dahlan meninggal. Ketika Dahlan dewasa, Dahlan tahu bahwa itu
adalah penyakit kista yang bisa disembuhkan hanya dengan operasi sederhana.
Dahlan menyesal dan amat kecewa. Akhirnya ia bertekad untuk menjadi orang
pandai, kaya, dan sukses, agar tak ada lagi kejadian seperti itu.
Pada saat kuliah,
Dahlan sangat suka menulis hingga akhirnya ia meninggalkan kuliahnya di Fakultas
Hukum IAIN Sunan Ampel dan Universitas 17 Agustus demi hobi yang sangat ia
cintai. Hingga akhirnya, Dahlan hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur.
Disinilah kesuksesan Dahlan bermula.
Di Samarinda,
Dahlan menjadi reporter sebuah surat kabar lokal, dan banyak yang menyukai gaya
tulisannya. Tahun 1976, Dahlan kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai wartawan
majalah Tempo, kebetulan saat itu ada peristiwa tenggelamnya Kapal Tampomas dan
Dahlan menulis peristiwa itu lalu meletakkannya di headline news Tempo.
Tak disangka, hasilnya sangat luar biasa, banyak orang menyukai gaya menulis
Dahlan. Inilah yang menjadikan Dahlan diangkat menjadi kepala biro Tempo Jawa
Timur.
Kegiatan tulis
menulis Dahlan berlanjut hingga tahun 1982. Ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran
Jawa Pos, karena melihat prestasinya yang lumayan dan keinginannya berbuat
lebih.
Tahun 1983, Dahlan
mengundurkan diri dari kepemimpinannya di Jawa Pos, dan berniat untuk
memfokuskan diri kepada perkembangan Jawa Pos. Sampai akhirnya, Jawa Pos yang tadinya
hanya berupa koran lokal, berkembang menjadi majalah dan surat kabar di daerah
lain. Selain itu, Dahlan juga melirik media elektronik dengan mendirikan
stasiun TV lokal Surabaya, yaitu JTV dan SBO, di Batam bernama Batam TV, di
Makassar bernama FMTV, Palembang bernama PTV, Parahyangan TV di Bandung, dan 34
stasiun lokal di kota-kota lainnya.
Dahlan juga
membangun gedung pencakar langit yang terkenal di Surabaya bernama Graha Pena,
dan membangunnya pula di Jakarta. Tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan
ditunjuk menjadi menteri BUMN yang saat itu dirinya sedang menjabat sebagai
Direktur Utama PLN.
Nah, itulah kisah
singkat mengenai Pak Dahlan Iskan. Kisah beliau menunjukkan bahwa tidak ada
yang tidak mungkin di dunia ini, dan tentunya keadaan yang miskin bukan
penghalang untuk menjadi apa yang kita inginkan. Yang pasti, asalkan ada niat
dan kemauan untuk memulai, ya. Setuju?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar