Indonesia,
Negara dengan populasi penduduk terbanyak keempat di dunia ini merupakan Negara
penghasil bahan baku makanan yang terkenal dengan sumber daya alamnya yang
melimpah. Fakta inilah yang menjadikan Indonesia memiliki kuliner yang beragam
di berbagai daerah.
Misalnya di Indonesia bagian barat.
Ada ayam tangkap dan mie Aceh yang populer di Aceh, bika Ambon dan bolu meranti
dari Medan, dan tak ketinggalan pempek dan tekwan khas Palembang. Kemudian di
Indonesia bagian tengah, aneka olahan durian dapat dijumpai di Pontianak dengan
mudah. Soto Banjar ala Banjarmasin dan
Bubur Pedas ala Kalimantan Barat. Kemudian di wilayah Indonesia Timur, ada Coto
Makassar dan Es Pisang Ijo ala Sulawesi Selatan. Sumatera Utara terkenal dengan
menu Ikan Cakalang yang pedas, makanan berbahan dasar sagu, Papeda dari Maluku
dan Papua, serta Ayam Taliwang khas Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Dengan warna-warni kuliner seperti
itu, tak heran jika bisnis kuliner dalam negeri terbilang sukses. Terutama di
kota-kota besar, para pengusaha kuliner baru bermunculan bak jamur di musim
penghujan. Inovasi dan kreatifitas baru yang dituangkan dalam sebuah makanan
dan minuman menjadi bibit berkembangnya sebuah bisnis kuliner. Walaupun menunya
sama, tapi jika diolah dengan inovasi yang berbeda, toh akan tetap laris juga.
Kuatnya industry kuliner Indonesia
inilah yang mengantarkan Indonesia menjadi petarung hebat dalam pasar bebas
ASEAN terutama MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Mengingat pula bahwa Indonesia
memiliki sumber daya alam yang cukup potensial seperti pertanian dan kelautan, menambah keyakinan
Panggah Susanto selaku Dirjen Industri Agro Kementrian Perindustrian.
“Industri makanan dan minuman
merupakan sektor yang terus tumbuh dan berkontribusi besar terhadap
perekonomian nasional. Kami percaya sektor ini kuat dan mampu bersaing di pasar
bebas ASEAN,” katanya.
Bahkan Indonesia pernah turut andil
dalam mempromosikan produk pangan di mata Internasional Hong Kong Trade
Development Council (HKTDC) Food Expo 2016 yang berlangsung pada Agustus
2016. Produk unggulan yang ditampilkan antara lain kopi, teh, minuman ringan,
minuman herbal, cokelat, olahan kelapa, bumbu instan, makanan ringan, mie
instan, dan hasil laut. Kementrian Perindustrian (Kemenperin) berharap
keikutsertaan Indonesia pada pameran ini tidak hanya mendekatkan produk
Indonesia terhadap masyarakat Hong Kong, tetapi juga masyarakat dunia.
Namun, dibalik berjamurnya bisnis
kuliner di Indonesia, bukan berarti bisnis tersebut selalu lancar dan tidak
menghadapi masalah. Masalah serius yang sepertinya dialami pengusaha kuliner
dewasa ini adalah melonjaknya biaya operasional yang meliputi harga sewa
gedung, bayar listrik, kenaikan upah buruh, hingga bahan-bahan pokok. Belum
lagi menghadapi pesaing-pesaing kuliner yang juga tersebar di mana-mana dan
menawarkan produk yang lebih menarik. Jika sebuah perusahaan kuliner tak mampu
menghadapi tantangan zaman, maka bisa dipastikan perusahaan tersebut tak akan
bertahan lama.
Misalnya, harga sewa gedung saat ini
sudah naik drastis. Di Jakarta, harga sewa rumah toko alias ruko berukuran 4
meter x 15 meter sudah mencapai Rp. 150 juta per tahun. Padahal dua tahun
sebelumnya, harganya masih di kisaran Rp. 70 juta. Tidak jauh berbeda dengan
biaya listrik. Di mal, biaya listriknya mencapai Rp. 40 juta per bulan.
Ada beberapa alasan mengapa
perusahaan kuliner (restoran) gulung tikar, diantaranya adalah karena memang
makanan yang dijajakan tidak enak dan tidak sesuai dengan selera konsumen,
sistem dan manajemen yang tidak bagus, dan yang terakhir karena lokasi restoran
yang tidak strategis.
Kenaikan harga-harga menjadi momok bagi
pengusaha kuliner yang mengandalkan margin rendah dan perang harga. Jika harga
produk ditingkatkan, maka ditakutkan akan berbanding terbalik dengan daya beli
masyarakat. Maka meski usaha kuliner terus berkembang, biaya operasional juga
ikut membesar. Perusahaan dengan omzet besar pun rasanya tidak merasakan
keuntungan besar yang didapat karena dibarengi dengan membengkaknya biaya
operasional.
Lalu, apa solusi menghadapi panasnya
persaingan antar pengusaha kuliner tersebut?
Solusi tiap perusahaan dalam
menghadapi masalah ini tentunya berbeda-beda. KFC dan McDonalds misalnya.
Perusahaan yang menyandang nama asing ini mencari solusi dengan menambah gerai
dalam kurun waktu tertentu. Selain itu,
menambah menu baru juga menjadi solusi dalam menarik minat masyarakat.
Yang terpenting dalam kuliner adalah
tidak menyerah pada zaman dan pengusaha kuliner baru yang terus bermunculan.
Menciptakan inovasi dan kreasi baru bisa jadi jawaban ketika orang-orang sudah
beralih ke produk lain. Karena yang dicari lidah orang Indonesia adalah soal
rasa dan sesuatu yang berbeda dari yang lain. Misalnya lagi restoran-restoran
yang mengusung tema baru pada tempatnya. Beberapa restoran memanfaatkan peti
kemas yang biasa digunakan untuk membawa barang untuk dijadikan tempat makan
yang unik, seperti Food Container. Beberapa restoran juga menyediakan
permainan-permainan yang membuat pelanggan bisa betah berlama-lama di tempat.
Ini mungkin bisa menjadi jawaban atas masalah.
Bahkan bisa dibilang industry
kuliner di Indonesia tak boleh padam dan harus terus menciptakan sesuatu yang
menarik lidah masyarakat. Ini karena kuliner merupakan sektor penting yang
termasuk dalam 15 sektor industri kreatif dimana keseluruhan sektornya akan
terus tumbuh dan berkembang. Industry kreatif sendiri menurut Kementrian
Perdagangan Indonesia adalah industry yang berasal dari pemanfaatan aktifitas,
keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta
lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeskploitasi daya kreasi dan daya
cipta individu tersebut. Industry kreatif memegang kendali besar dalam
menggerakan roda perekonomian Indonesia. Maka termasuk pengusaha kuliner harus
tetap ada dan tidak berputus asa pada zaman yang berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar